Selasa, 08 Januari 2013
In:
Human Interest
Faktor penyebab mereka menjai IDPS (Kasus Konflik Maluku)
Konflik Maluku
Konflik
Maluku diawali dengan konflik etnis
yang kemudian berkembang menjadi konflik
agama antar muslim dengan kristen. Konflik dan pertikaian yang melanda
masyarakat Maluku sejak Januari 1999 berkembang menjadi aksi kekerasan brutal
yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua tatanan kehidupan
bermasyarakat. Konflik Maluku kian
panjang karena disebabkan pula adanya
segregasi wilayah antara yang muslim dengan yang kristen yang merupakan warisan
dari sistem kolonialisme pemerintah belanda. Dampak segregasi wilayah menimbulkan kerentanan masyarakat setempat dalam konflik
tinggi. Konflik yang terjadi berulang-ulang tidak terlepas dari kerentanan
masyarakat akibat segregasi wilayah yang ketat, cara penanganan pengungsi yang
justru memperpanjang konflik, ketidak profesionalan pengusutan kerusuhan dan
cara penganganan keamanan oleh militer, aktivitas-aktivitas rekonsiliasi yang
elitis dan tidak membasis, dan banyak faktor lainnya (Margawati, 2000).
Cara
penanganan pengungsi oleh satkorlak
yaitu dengan homogenitas lokasi-lokasi
pengungsian justru memperparah kebencian dan permusuhan .antar muslim dengan
kristen. Meskipun perbedaan agama dan etnis memberi peluang akan timbulnya
konflik, namun kerentanan dari dalam masyarakat itu sendiri tidak mungin sampai
pada situasi yang menghancurkan diri sendiri tanpa mengalami tekanan yang cukup
kuat dari luar. Selain itu, terdapat kesamaan pola kerusuhan Ambon dengan yang
terjadi diwilayah-wilayah sekitarnya. Simbol-simbol agama di pakai untuk
membangkitkan sentimen agama dan etnis (Margawati, 2000). Hal inilah yang
mendasari bahwa adanya anggapan konflik Maluku ini disengaja oleh pihak-pihak
tertentu yang mempunyai kepentingan. Banyaknya indikasi yang menunjukkan munculnya konflik Maluku adalah kesengajaan.
Adanya pengkondisian kerusuhan dumulai sejak satu atau dua bulan sebelumnya
misalnya dengan isu, selebaran gelap, telpon gelap, grafiti, dll. Hasutan-hasutan banyak yang memakia istilah
yang tidak populer di masyarakat seperti misalnya: istilah Nasrani, padahal
warga Ambon akrab dengan kata Serani, dan Muslim lebih akrab dengan Salami
(Pattiselano, 1999).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar